Pemerintah Harus Kejar Pemerataan, Bukan Hanya Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkutat di level 4-5%, Ini kurang membahagiakan. Ekonomi global memang ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, pemerintah diimbau tidak sekadar mengejar pertumbuhan, tapi juga pemerataan yang bisa dirasakan oleh rakyat banyak.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyerukan, agar pemerintah tidak hanya mengejar pertumbuhan yang tinggi. Namun, harus dibarengi dengan melihat dampak pertumbuhan tersebut terhadap pengangguran, kemiskinan, dan peningkatan kebutuhan dasar. “Tidak ada gunanya tumbuh 6% jika hanya menciptakan ketimpangan,” tegas Heri dalam rilisnya, Kamis (26/1). Pemerataan menjadi keniscayaan untuk segera diwujudkan.
Isu pemerataan yang tidak kalah penting juga adalah perhatian serius pemerintah pada soal ketimpangan wilayah investasi antara Jawa dan Luar Jawa. Data per September 2016, realisasi investasi masih terpusat di Jawa meskipun investasi di luar Pulau Jawa sedikit meningkat, yaitu Rp203,2 triliun. dijelaskan politisi Partai Gerindra itu, rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB), masih berada di kisaran 32%.
Selama ini, sambungnya, pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh konsumsi domestik yang berkontribusi sebesar 56% dari total PDB. Tapi, tidak cukup menaikkan rasio investasi saja, distibusinya juga sangat menentukan. Dari data yang ada, pada tahun 2016, realisasi investasi asing secara sektoral masih didominasi sektor perindustrian (78,97 persen), diikuti sektor keuangan (5,50 persen).
Sedangkan untuk sektor produktif seperti pertanian, perkebunan, dan kelautan, masih sangat rendah, yaitu di bawah 5%. Soal target pertumbuhan, ucap Heri, pemerintah tetap mesti realistis dalam mematok pertumbuhan ekonomi. Hingga saat ini, dengan melihat kecenderungan perekonomian global, ke depan ekonomi nasional diperkirakan hanya bisa tumbuh di kisaran 5,1%-5,3%.
Pada bagian lain, Heri juga menyinggung soal defisit transaksi berjalan yang berada di level 3%. Ia melihat, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk menurunkan defisit tersebut. Dari laporan BI tercatat bahwa defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) turun menjadi 1,8% dari PDB atau 4,5 miliar dollar AS pada kuartal III 2016. Angka ini membaik dibandingkan 2,2% dari PDB atau 5 miliar dollar AS pada kuartal II 2016.
“Penurunan itu ditopang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan meningkatnya harga ekspor komoditas primer dan menurunnya impor nonmigas, serta menyempitnya defisit neraca perdagangan migas seiring dengan meningkatnya ekspor gas. Namun, pemerintah tetap musti melihat bahwa penyabab necara perdagangan membaik bukan karena terjadi kenaikan ekspor yang signifikan, tapi karena adanya penurunan impor,” kilah Heri. (mh), foto : arief/hr.